PEKANBARU - INFORIAUNEWS.COM Komisi Pemberdayaan Perempuan, Remaja dan Keluarga (PPRK) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Pekanbaru menggelar seminar dengan tema Membina Keluarga Harmonis, Strategi Menangkal Bahaya LGBT, Rabu (02/08/2023).
Acara ini dibuka oleh Ketua MUI Pekanbaru Prof Akbarizan. Dalam sambutannya, Prof Akbarizan mengatakan, perkembangan Kota Pekanbaru ternyata cukup mengagetkan, saat sebuah survei menyatakan bahwa kota ini merupakan kota dengan populasi pelaku seks lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) terbesar di Indonesia.
“Mengapa mereka bisa berkembang begitu pesat, karena ada pendukungnya, ada sponsornya. Dan ini berbahaya untuk kelangsungan umat manusia di bumi ini. Belum lagi murka Allah. Maka kita semua harus bersatu memerangi ini. Al Quran sudah jelas-jelas melarang perilaku menyimpang ini. Sepakat ulama mengatakan hukuman yang tepat untuk pelakunya adalah hukuman mati,” katanya.
“Salah satu dosa yang siksanya dibayar tunai di dunia dan tak menunggu akhirat adalah penyimpangan seksual ini. Begitulah dahsyatnya dosa LGBT ini. Kalau melihat penyimpangan warga Pekanbaru ini sudah sedemikian dahsyatnya, lalu Allah bermaksud mengganti seluruh warganya, Allah tinggal balikkan saja tanah ini, seperti yang Allah lakukan kepada kaum Sodom,” terusnya.
MUI sebagai lembaga hanya bisa memberikan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya perilaku ini. “MUI tidak punya laskar, tidak punya pasukan. Kami hanya bisa mengimbau dan mengedukasi masyarakat. Tugas ibu-ibu sekalianlah untuk membasmi dan mencegahnya,” terusnya.
Ia mengimbau kaum ibu untuk ambil bagian yang besar dan serius dalam mencegah semakin maraknya perilaku menyimpang ini. Dimulai dari keluarga yang harmonis, dimana orangtua menjalankan perannya dengan baik sehingga anak-anak tidak kehilangan figur.
Narasumber pertama Prof Yendraliza menyampaikan materi LGBT dalam perspektif ilmu ternak. Ia menjelaskan perilaku sejumlah hewan yang ternyata ditiru oleh kaum LGBT, seperti kelinci yang dapat kawin sepanjang tahun dan dengan betina manapun, tak peduli si betina sedang mengandung atau tidak.
Ada pula cacing tanah yang pada waktu yang sama dapat menjadi jantan sekaligus betina. Seekor kuda jantan cukup untuk mengawini 60 ekor kuda betina.
Sementara manusia, hidup dengan norma-norma dan aturan-aturan yang dibuat Allah. Mereka lahir, menikah dan berkembang biak dalam aturan-aturan itu. Maka bila ada manusia yang meniru perilaku hewan, maka benarlah bahwa manusia itu lebih rendah daripada hewan.
“Mengapa hewan berkaki empat, karena mereka diciptakan untuk tunduk dan patuh baik mereka suka atau tidak suka. Beda dengan manusia yang diciptakan dengan dua kaki, yang artinya Allah memberi manusia pilihan-pilihan,” jelas Profesor Yendraliza.
Hipotalamus adalah pusat rasa malu di antara dua mata dengan rambut. Hipotalamus perempuan beratnya setengah dari berat hipotalamus laki laki. Semakin tinggi hipotalamus laki laki maka libidonya juga semakin besar. Maka yang paling berpotensi mengalami kelainan adalah kaum pria.
Profesor Yendraliza dalam kesempatan ini mematahkan asumsi sebagian masyarakat yang mengatakan perilaku LGBT terjadi karena faktor genetika. Pasalnya, Allah sudah menciptakan manusia dengan sempurna. Namun demikian, peran keluarga dan orangtua serta lingkungan sangat menentukan bagaimana anak tumbuh dan berkembang.
Karena itulah bisa dikatakan keluarga harmonis dapat menangkal bahaya LGBT ini. Anak yang mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang cukup dari kedua orangtua dan keluarganya, kecil kemungkinan akan terpapar perilaku menyimpang ini.
Sementara itu narasumber kedua, Dra Raden Deceu Berlian Purnama, MSi membahas masalah ini dari segi psikologinya. Dikatakan Teh Deceu, perilaku LGBT melanggar agama, norma, nilai kemanusiaan, sosial budaya dan hukum positif. Bila kita tidak ambil bagian dalam upaya untuk menanggulanginya, maka bukan tidak mungkin hal ini akan menimpa keluarga kita sendiri.
Karena itu kaum ibu harus cerdas melihat situasi dan perkembangan anak-anaknya. Anak yang memiliki kecenderungan mal adaptif (gagal beradaptasi), lebih mudah terpapar perilaku ini.
Kelompok yang rentan terpaan LGBTQ adalah mereka yang berada di fase pubertas/akil baligh, fase remaja, fase pernikahan, pubertas kedua, dan golongan krisis sex identity.
Dijelaskan pula, bagian tubuh yang paling mudah terangsang adalah kulit. Karena itu, sentuhan kulit sebaiknya dihindari baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis. Dan Al quran serta hadits Nabipun telah menyebutkan hal ini berulang kali.
Teh Deceu juga mengajak kaum ibu untuk lebih memperhatikan keluarga, terutama pasangannya. “Jihad terbesar seorang istri adalah menutup pintu zina suaminya,” katanya.
Karena seiring bertambahnya usia, kaum pria akan mengalami fase puber kedua dimana di masa itu ia ingin lebih dimanja sementara kaum ibu di masa itu ingin sendiri. Di sinilah kesempatan itu muncul, karena banyak remaja zaman sekarang yang justru suka dengan pria mapan. Alasannya, tidak ada sosok ayah di rumah karena sibuk mencari uang sehingga ia mencari pelampiasannya pada sosok lain.
Seminar ini diikuti perwakilan MUI dan BKMT se-Pekanbaru. Hingga akhir acara, peserta tampak antusias karena tertarik dengan materi yang disampaikan.***
**Sumber Rtc.**
Social Header