PELALAWAN, INFORIAUNEWS,COM – Praktik mafia lahan di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Riau, kembali terbongkar. Sosok eks bendahara PWI Riau Oberlin Marbun alias O.M. yang juga penyokong kelompok Konferensi luar Biasa (KLB) Jakarta dipimpin Zulmansyah Sekedang ini diduga kuat menjadi dalang dalam pencatutan nama sejumlah wartawan demi menguasai ratusan hektare kebun sawit ilegal di kawasan konservasi tersebut.
Modus yang dilakukan adalah dengan mencantumkan nama jurnalis dalam dokumen-dokumen lahan, seperti Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR). Cara ini dinilai sebagai taktik untuk menghalangi upaya penertiban dari aparat penegak hukum.
“Kalau aparat turun, mereka dibilang ganggu lahan wartawan. Kalau memaksa, bisa dibongkar aib atau keburukan mereka oleh oknum media yang sudah dikendalikan,” ungkap seorang sumber internal.
Tak hanya itu, nama organisasi pers ternama juga ikut dicatut. Di lapangan, masyarakat mengira lahan itu milik resmi organisasi wartawan, padahal hanya dijadikan tameng oleh kelompok yang dikendalikan O.M.
Seorang wartawan di Pelalawan, yang tak ingin identitasnya diungkap, mengaku terkejut setelah namanya muncul dalam dokumen lahan sawit di kawasan TNTN.
“Saya tidak pernah punya lahan di sana. Tapi tiba-tiba nama saya tercantum dalam surat pengurusan kebun sawit. Ini sangat mencoreng nama baik saya,” ujarnya, Sabtu (21/6/2025).
Wartawan lain juga mengaku mengalami hal serupa. Mereka mengetahui nama mereka digunakan setelah dokumen beredar luas melalui grup WhatsApp, menyebut nama-nama jurnalis sebagai pemilik kebun sawit.
“Kami menduga ini bukan kasus tunggal. Bisa jadi ada ratusan bahkan ribuan nama dicatut oleh mafia,” ucapnya.
*Diduga Langgar UU Pers dan UU Kehutanan*
Tindakan yang dilakukan oleh O.M. berpotensi melanggar sejumlah undang-undang. Pencatutan nama jurnalis dan organisasi pers tanpa izin diduga melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya:
Pasal 6 huruf c: Pers nasional melaksanakan peran mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar.
Pasal 18 ayat (2): Setiap orang yang dengan sengaja menghambat atau menghamburkan kerja jurnalistik dapat dipidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.
Selain itu, pembukaan lahan dan penguasaan kawasan hutan tanpa izin jelas melanggar Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, antara lain:
Pasal 17 jo Pasal 50: Larangan mengerjakan atau menggunakan kawasan hutan tanpa izin.
Pasal 92 ayat (1): Setiap orang yang dengan sengaja mengorganisasi perusakan hutan dapat dipidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar.
Pihak berwenang diminta segera bertindak. Selain menyelamatkan kawasan TNTN dari kerusakan lebih lanjut, penindakan ini penting untuk menjaga integritas profesi wartawan yang telah disalahgunakan untuk kepentingan mafia lahan. (*)
Social Header